RatuHot99 - Kejadian yg tak pernah aku lupa sebab, telah menjadi pengalaman pertamaku yg tidak pernah terduga dan terencana. Ketika itu umurku masih 15 tahun, kelas 3 SMP. Ketika masih duduk di bangku kelas 2 SMP, aku sekolah pukul 12.00 WIB. Jadi, pagi-pagi aku menemani adikku yg masih kecil sebelum berangkat ke sekolah. Jam 09.30 WIB seperti biasa, aku titipkan adik kecilku ke rumah nenekku yg letaknya tidak seberapa jauh.
Dan biasanya setelah mengantar adikku, aku selalu bermalas-malasan di kursi sambil nonton televisi dengan badan dililit handuk tanpa memakai celana dalam dan baju. Seperti biasanya pula, tetanggaku sering ikut mandi atau buang air di rumahku pada jam 08.00 atau jam 09.00 WIB. Meski di rumahnya memiliki kamar mandi tapi persediaan airnya kurang.
Berbeda dengan rumahku, selain ibuku menggunakan mata air yg mengaliri setiap rumah warga, ibuku juga memasang air PDAM. Sehingga air di rumahku tidak pernah kosong jika air dari pegunungan mampet atau kering. Walaupun tetanggaku ini sering ikut mandi atau buang air di rumahku, tidak ada rasa iseng dalam pikiranku untuk mengintip atau tindakan-tindakan cabul lainnya.
Usianya sekitar 35 tahun ketika aku iseng bertanya kepadanya. Sambil menunggu tetanggaku keluar dari kamar mandi, aku tetap tiduran di kursi sambil nonton televisi dengan tubuh bugil yg hanya dililit handuk. Sampai akhirnya, tetanggaku selesai buang air dan keluar dari kamar mandi.
Secara tiba-tiba, handuk yg melilit ditubuhku ditariknya dengan paksa namun, tanganku dengan refleks dan kuat menahan supaya handuk tidak sepenuhnya terlepas dan menampakan kelaminku. Hal tersebut membuat tetanggaku menjadi malu karena hendak memaksa melepas handukku dan langsung pergi ke luar rumahku. Aku yg kaget dengan pengalaman tersebut mulai mengingat kembali kejadian yg mengejutkan itu.
Betapa anehnya wajah seorang wanita yg sudah memiliki cucu tersebut dengan sorot mata seperti wanita dalam film xxx. Penuh nafsu dan menggairahkan. Maka tanpa pikir panjang, aku rapihkan kembali handukku dan segera melesat menuju rumahnya. Di rumahnya, Bu Nani, aku mendapati ia sedang duduk di kursi panjang yg sudah tak karuan bentuknya sambil merokok. Aku beranikan diri duduk di sebelahnya.
“Bu, tadi ibu mau ngapain?”
“eng, eng, enggak cuma mau lihat burung kamu saja!” jawab Bu Nani dengan wajah so cuek.
“ooh. Kirain mau apa. Aku kaget sekali dengan perlakuan ibu yg tiba-tiba seperti itu.”
“udahlah, Dek Wawan lupakan saja kejadian itu, ya!” jawabnya sambil menghembuskan asap rokoknya.
“bu, kalau ibu pengen lihat burungku, ayo bu di rumahku saja.” jawabku sambil berlalu dari rumahnya.
Di rumahku, aku duduk di kursi sambil menyalakan rokok yg sebelumnya aku ambil dari dalam tas sekolah di dalam kamarku. Sambil menghisap rokok, aku heran dengan ucapanku yg tadi aku ucapkan ke Bu Nani. Dag dig dug jantungku membayangkan bagaimana kalau Bu Nani nanti datang lagi ke rumahku ingin melihat penisku? Membayangkan hal tersebut malah membuat penisku menegang dan mengeras. Dengan refleks aku elus penisku dari luar handuk sambil membayangkan bersetubuh dengan tetanggaku, Bu Nani.
Sedang asik dengan kelaminku, tiba-tiba pintu rumahku dibuka oleh Bu Nani. Aku kaget, langsung tegak berdiri beranjak dari kursi karena takut perbuatanku itu diketahuinya. Bu Nani pun menghampiriku. Dengan wajah so cuek dia menagih ucapanku yg hendak memperlihatkan burungku. Namun, aku diam saja sambil tetap berdiri dan berkata,
“silakan ibu buka sendiri handukku! aku malu.” jawabku dengan jujur dan polos, maklum ketika itu usiaku masih 14 tahun.
Bu Nani mendekat ke hadapanku. Tanpa ragu dia angkat handukku dan nampaklah penisku yg berkulit bersih dan berwarna sawo matang yg masih tegang dan keras gara-gara birahi yg melanda. Terlihat sungging senyum di wajahnya. Memperhatikan penisku yg berkedut-kedut karena birahiku yg semakin memuncak.
“Usiamu berapa, Dek Wawan?” tanyanya tiba-tiba.
“sudah 14 tahun, sebulan yg lalu, bu!” jawabku dengan suara agak bergetar.
“wah, 14 tahun tapi burungnya sudah gede dan panjang.” dengan suara yg agak bergetar pula.
Ketika itu aku tidak tahu kalau Bu Nani juga telah terbakar birahinya.
“eh kamu merokok, ya?” tanya Bu Nani, sambil matanya melihat rokok di jemari tangan kananku.
“iya, bu. Habisnya, aku kaget banget soalnya baru kali ini diginiin. Ibu jangan bilang-bilang sama mamah ya kalau aku ngerokok!” jawabku yg mulai takut jika diadukan oleh tetanggaku ini pada ibuku.
“iya, gak bakalan dibilangin kok!” jawabnya sambil beranjak hendak ke luar rumahku.
Dengan nafsu yg sudah cenat-cenut di ubun- ubun, aku tarik tangan kiri Bu Nani. Tampak kaget wajahnya memandang ke arah wajahku.
“Dek Wawan kenapa?”
“anu bu, usia ibu berapa?” aku balik bertanya padanya.
“sekitar 35 tahun, udah tua, ya?” jawabnya sambil cekikikan.
“susu ibu kecil, tapi pantatnya montok, bu. Boleh gak, aku lihat vagina perempuan yg udah tua kaya ibu?” tanyaku dengan polos.
“haha… iyalah susunya kecil, udah kendor. kan ibu udah punya 5 anak dan sudah punya cucu juga. Jangan, kamu gak boleh liat kan nanti kalau kamu udah besar kamu juga pasti bisa liat vagina perempuan!” jawabnya sambil melepaskan tangannya dari genggamanku.
“yah, ibu. Sekali aja bu. Bolehlah!” rengekku sambil menarik tangannya lagi.
Cukup lama juga ketika itu aku memelas supaya dapat ijin melihat vagina perempuan. Sampai akhirnya Bu Nani pun menyerah dan setuju untuk memperlihatkan vaginanya kepadaku. Sungguh, senang rasanya ketika rengekanku berbuah hasil. Dag dig dug jantungku ketika Bu Nani melorotkan celana pendek berwarna biru tua sekaligus celana dalamnya yg berwarna coklat muda sampai setengah pahanya. Terlihat lebat dan hitamnya bulu-bulu vaginanya.
“sudah ya!”
“tunggu bu, gak keliatan vagina itu seperti apa.” jawabku dengan suara bergetar.
“ya ini, vagina tu begini!” kata Bu Nani sambil menunjuk vaginanya sendiri.
“aku liatnya cuma bulu aja, bu. Gak tau kalau di tengah-tengahnya gimana!” sanggahku berusaha melihat lubang vagina kayak di film bokef yg menampakkan itil dan lubang vagina dengan jelas.
Akhirnya Bu Nani beranjak menuju kursi. Kakinya di rentangkan sehingga begitu jelas lubangnya yg menganga bulat sebesar uang koin Rp.100 perak. Aku pun mendekat, sehingga wajahku berjarak mungkin sejengkal dari vaginanya. Ketika itu, pertama kali aku dapat mencium bau vagina perempuan. Baunya begitu khas dan hampir mirip bau ikan asin walaupun tidak setajam bau ikan asin.
Tanpa komando, aku dekatkan mulutku pada vaginanya seperti dalam adegan film bokef yg cukup sering aku tonton bersama kawan-kawan sekolahku. Tangan Bu Nani, menjambak rambutku dan berusaha menjauhkan mulut dan lidahku dari vaginanya yg dagingnya berwarna hitam keriput. Tapi, seperti seekor anjing, aku tetap bertahan dalam posisi berjongkok di depan vaginanya dan terus melakukan jilatan-jilatan pada lubang vagina dan itilnya yg menyembul di balik daging-daging hitam yg keriput.
“sssshhh aaaah oooooohhhh hhmmmm. ssu sssudaaaaah aduuuuuhh hmmmm.” ceracau Bu Nani yg semakin membuatku bergairah menjilat dengan cepat vaginanya.
Lidahku begitu lincah dan lentur menjilat lubang vagina dan itilnya. Perlakuanku yg demikian membuat Bu Nani semakin mendesah dengan diikuti gerakan pada pinggulnya, bergoyang, dengan pinggang yg melengkung-lengkung di atas kursi. Aku tetap dengan gairah menjilati dan berusaha meremas susunya yg masih dibalut kutang dan baju kaos berwarna ungu. Hingga akhirnya, desahan hebat dan menjadi-jadi yg ke luar dari mulut Bu Nani menyadarkanku. Karena takut didengar tetangga, aku pun membimbing tubuh Bu Nani yg kurus dengan tinggi hampir sama denganku menuju kamarku.
Waktu itu tinggiku masih 158 cm. Tanpa penolakan seperti sebelumnya, Bu Nani merelakan dirinya dibimbing menuju kamarku. Aku pun mempersilakan Bu Nani untuk rebahan di kasur milikku. Segera aku buka handuk yg melilit pinggangku. Kemudiah aku beranjak mengarahkan penis yg menurut Bu Nani gede dan panjang ke arah mulutnya. Tapi, Bu Nani hanya diam kaget dengan wajah melongo ketika aku dengan tiba-tiba menggesek-gesekan penisku ke bibirnya. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak setuju dengan perbuatanku.
“ayo bu dihisap!” pintaku dengan suara bergetar dan sedikit terbata.
“iih ibu belum pernah begituan. Pengalaman ibu paling cuma netein suami dan langsung enjot aja vagina ibu.” jawabnya dengan suara bergetar pula sambil tangannya menahan perutku supaya penisku tak sampai pada bibirnya lagi.
Dengan perasaan kecewa, segera aku mengangkangkan kakinya lebar-lebar. Aku jilatin dengan liar vaginanya. Terasa asam dan sedikit bau pesing vaginanya di lidah dan hidungku. Aku kombinasikan antara jilatan, sedot perlahan dan sedotan kencang pada lubang vagina dan itilnya. Bu Nani tampak semakin bernafsu. Terlihat dari gerakannya memutar-mutar pinggulnya, menaik- turunkan pantatnya, dengan pinggang melengkung-lengkung di atas kasurku.
“oooouuuuhhhh ssssshhhh ennnaaaaakkk. Baaaarrrruuu peerrrrtaaaamaaa ibbuuu diigiinniiiiinnn emmmmhhh” desahnya.
Mendapat respon demikian, aku semakin bernafsu dan semakin menjadi-jadi memainkan lidah dan mulutku di vaginanya.
“emmmmhhhh deeeekkk ayyoooo masssuuukkiiiinn ddddoooooongggg!” pintanya dengan mata merem melek.
“ooooouuuuuhhh ssssshhhh pelaaaan- peeeelllaaaaannn doooonggggg. aaaauuuuwwww saaaakiiittttt.” desahnya sambil meringis.
Karena hentakan yg tak sabar itu, aku pun merasakan pedih di kepala penisku. Maklum pengalaman pertama. Sambil merasakan pedih di penisku tiba-tiba Bu Nani mulai menggerakan pinggulnya memutar, naik-turun dengan berirama. Aku yg merasakan kenikmatan akibat gerakannya sacara natural merespon dengan memaju-mundurkan penisku dalam vaginanya.
“emmmmhhh nikkkkmaaaattt yaaaa oouuuhhh emmmhhh ssssshhhh aaaahhh” desahnya yg membuatku semakin liar memompa penisku. sehingga semakin lama penisku semakin jauh terbenam dalam liang vaginanya. Terasa begitu nikmatnya, vagina perempuan yg sudah punya lima orang anak dan sudah punya cucu ini.
Vaginanya mengempot-empot, dinding vaginanya seolah meremas-remas penisku. Jauh lebih nikmat jika dibandingkan dipompa dengan telapak tangan. Hangat dan agak lengket vaginanya, membuatku seperti melayang-layang. Keringat bercucuran di seluruh tubuhku. Pantatku pun terasa basah dan hangat oleh butir-butir keringat. Begitu juga Bu Nani, tubuhnya dibanjiri keringat.
Wajahnya semakin cemerlang dengan peluh yg berbutir-butir mengaliri kening wajahnya. Tercium aroma keringatnya begitu menggairahkan. Dengan tetap menggenjot vaginanya, aku hisap, jilat, dan kenyot-kenyot payudara kecil, peot, dan kendor itu dengan rakus. Mungkin ukurannya hanya 32B saja.
“eemmmmhhh aaaaahhh oooouuuuhhh emmmmmhhh aaaaahh.” erangannya.
Tak henti-hentinya ia mendesah, membuatku terus mengocok dan mengobok-obok vaginanya dengan penisku. Walaupun pegal terasa pada kedua tangan karena harus menahan badanku dalam posisi push up, aku tetap bertahan merasakan sensasi nikmat pengalaman pertamaku ini.
“emmmmhhhh aaaaahhhh leeeebbiiihhh ceeeppaaattt deeeeeekkk akuuuu keeeelluuuuaaaarrrr ssssshhhhh!” desah pintanya dengan suara bergetar.
Dengan pantatnya semakin liar bergerak, dan mata merem melek merasakan sensasi nikmat tak berkesudahan.
“aaaahhhhh iiiyyaaaaa buuu aaaakkkuuu jugaaaa maaaauuuuu…” jawabku sambil mempercepat gerakanku.
Akibat gerakan Bu Nani yg menjadi-jadi, kepala penisku terasa begitu geli dan gatal dibuatnya. Membuat aku tak sangguh menahan nikmatnya gelombang syaraf yg mengalir sampai ubun- ubun.
“aaaaaahhhhh keeeluaaaarrrr buuuu” desahku.
“eeeeemmmm eeennnnaaakkkk, ibbbbuuuuu keeelluuuuaaaar bannnnyyyyaaaaakkkk aaaaaahhhh!” celotehnya sambil memeluk erat tubuhku merasakan orgasme dahsyatnya.
Terasa penisku seperti diremas, diperas habis spermanya oleh vaginanya yg terus berkedut- kedut dan mengempot-empot. Dalam pelukan Bu Nani, aku coba melihat jam dinding di kamarku. Jam sudah menunjukkan pukul 10.19 WIB. Artinya, lebih dari 1 setengah jam aku bergumul. Aku kaget sekali begitu lamanya melakukan persetubuhan ini. Padahal rasanya hanya sebentar. Maka aku segera melepaskan diri dari pelukan Bu Nani dan memakai handuk kembali menuju kamar mandi.
Sambil membenahi handuk, Bu Nani berkata padaku, bahwa aku anak hebat. Baru pertama bersetubuh tapi kuat bertahan sangat lama. Dengan bangga aku berjalan ke luar kamar untuk mandi.
Setelah selesai mandi, aku segera bergegas. Ketika masuk kamar, Bu Nani sudah tidak ada di kamarku. Aku pun langsung memakai seragam SMPku dan cepat-cepat biar tidak terlambat masuk sekolah. Sambil lewat depan rumahnya, ku lihat Bu Nani sedang bersandar di kursi. Nampak wajahnya yg lelah dan bahagia ketika aku menyapanya. Sambil pamit berangkat sekolah dan menitipkan kunci rumah, aku bisikkan di telinganya,
No comments:
Post a Comment